SENJA

Menurutku, senja adalah nikmat tuhan yang paling syahdu untuk mengetahui apakah kita harus melanjutkan rindu di mimpi nanti malam atau tidak.


Senja itu sesuatu yang unik. Kita bisa menikmati senja dengan berbagai cara. Entah itu duduk santai di pantai, merenung tenang di ketinggian kilimanjaro, atau hanya sekedar menghabisakan sisa waktu di halaman belakang dengan secangkir teh dan musik nostalgia.  

Tapi terkadang, aku benci senja. Aku takut untuk merelakan hari ini. Karena aku takut untuk memastikan apakah besok kau masih mencintaiku atau tidak. Begitupun sebaliknya. Karena kita hanyalah insan yang tak berdaya, yang bisa dibolak-balikkan hatinya oleh sang pencipta.

Ada satu kutipan yang menarik menurutku, “cintailah kekasihmu sedang-sedang saja; bisa saja ia jadi seterumu suatu saat nanti. Bencilah seterumu sedang-sedang saja; bisa saja ia jadi kekasihmu suatu saat nanti”. (HR Tirmidzi).
     
Lihat! Betapa lemahnya hati seorang manusia. Ah sial, dengan begitu aku jadi harus memikirkanmu setiap hari, sayang.

Senja Kala Itu
Dari senja aku belajar sebuah kerelaan. Bagaimana harus rela melepas kepergian sang mentari untuk diganti dengan rembulan. Terkadang memang harus seperti itu, kita harus merelakan yang kita cintai untuk mendapatkan pengganti yang lebih baik. kurasa malam bukanlah sesuatu yang buruk. Dengan malam aku bisa beristirahat melepas penat, dengan malam aku bisa berkumpul dengan orang terkasih, dan tentunya dengan malam aku bisa bertemu denganmu lagi, lewat mimpi.

Satu senja kala itu, aku tak sengaja memikirkanmu. Sebenarnya aku cemburu. Aku cemburu denganmu, karena dengan mudah kau lebih dulu memiliki kekasih yang baru. Aku cemburu, tanpa rasa bersalah kau pamerkan kemesraanmu dengan penuh kebanggaan di depan banyak pasang mata. Aku cemburu, untuk menjadi sepertimu aku tak mampu. Aku cemburu. Untuk kesekian kalinya.

Bukan aku tak mampu melupakanmu, aku bisa. Hanya saja, ini terlalu cepat. Kamu itu seperti senja, sangat indah, tapi sayang hanya berlalu begitu saja. Diamlah sejenak disini, menyaksikan kesedihanku. Menikmati keping-keping hati yang berduka seraya mengikhlaskan kepergian. Dengan pelan terdengar nyanyian ratapan, diiringi isak tangis yang tersedu-sedu dibalik lengan yang menutup.

Karena ini akan menjadi senja terakhir untuk aku mengingatmu.

Dan maaf, untuk nanti malam dan seterusnya, aku tak lagi melanjutkan rindu.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tertahan.